“Duh..anak
gadis mamah, kok masih minum susu..”, kata mamah diiringi tawa.
“Gak apa-apa mah, ini buat nambah energi
tau..pasti perjalanannya jauh..” keluhku.
Namaku
Maucytasya..yang masih berusia 15 tahun, agak kekanak-kanakan sih kalo sekarang
masih suka minum susu.
“Ucy..”
Begitu temanku memanggil namaku, nama yang
unik, orangnya juga asyik..katanya. Mereka membuat kejutan untukku.
“Kalian juga ikutan liburan bareng aku?”
“Iya dong..kamu senang kan?”, kompak Kiki dan
Laras.
“Banget..Kiki tomboy dan Laras yang
ayu..hehe..”
Perjalanan yang aku kira ngebosenin berubah
total. Di dalam mobil kuputarkan lagu yang keren. Kami kompak nyanyi bareng.
Tiba-tiba
Papah klakson dan ngerem mobil mendadak. Kepalaku terbentur ke tempat duduk
bagian depan.
“Dek..kalo jalan hati-hati yah..!”, kata
Papahku lembut.
“Maaf
pak..udah buat bapak ngerem mendadak..lain kali pasti saya hati-hati”, kata
gadis desa yang terlihat sopan, anggun biarpun pakaiannya tertutup.
Sekitar 15 menit lagi sampai di Desa. Belum
sampai saja, kami sudah disapa dengan baik oleh warga desa.
Bener apa yang dikatain Papah, pemandangan
yang indah..hawanya sejuk pula. Tapi belum saatnya untuk jalan-jalan. Mencari
penginapan di Desa, dan segera istirahat hal terbaik.
“Nak Jarwo...?”,teriak Papah.
JARWO..???? oh, lelaki itu..sepertinya Papah
sudah akrab dengannya. Aku dan teman-temanku berkenalan dengan Jarwo.
“Ucy, Kiki, Laras..ini Jarwo..dia baru seusia
kalian, tetapi sudah bisa bekerja..”
Aku, dan Laras hanya tersenyum. Eh, Kiki yang
malah pengen kenal banget.
“Oh...Jarwo...kenalin aku Kiki. Aku cewek yang
paling tomboy diantara mereka..wah seneng banget punya temen cowok nih!
Hahaha..”
“Kiki!! Mulut kamu masih bau yaa habis makan
jengkol tadi..”, Laras yang langsung mencium aroma dari mulut Kiki.
“Bau-bau gini, enak tau..hahaha..”
Kami tertawa terbahak-bahak saat menjelang
malam tersebut.
Awan tampak hitam kelam, saatnya tidur dan
bangun pagi diesok hari.
Mentari mulai terbit. Burung-burung berkicau
merdu dan mulai mengepakkan sayapnya yang indah. Aku melihat gadis desa sedang
memetik pucuk daun teh. Aku mencoba membangunkan Kiki yang tertidur lelap
bersama Laras.
“Ki, ke perkebunan teh yuk!”, ajak aku dengan
menarik tangannya.
“Males ah..pengen tidur..”, jawabnya dengan
malas-malasan.
Bukan liburan nih namanya kalo gini..”ya sudahlah
aku saja yang ke perkebunan teh!”
Kubuka pintu kamar, dan menutupnya perlahan.
Melewati kamar orangtuaku yang aku kira masih tidur. Padahal mau kesana
sendirian. Dengan gaya seperti di film-film, mencoba sembunyi agar gak ketahuan
berhasil. Tiba-tiba...
“Alahmak...kau menganggetkan aku..!, eh
Jarwo..” dasar aku, malu-maluin aja..
“Kenapa
mbak..? oh ya, ada susu cokelat..mbak mau entar aku buatin?”
“Jarwo jangan panggil aku mbak dong, kita kan
seumuran..panggil nama aja yaa? Em..boleh deh susu cokelat hangatnya..”
Pasti deh, aku gak bakal nolak buat yang satu
ini..cuacanya juga mendukung, minum yang hangat-hangat biar badan enakan
setelah perjalanan jauh kemarin.
“Ini Ucy minumannya...”
Jarwo datang membawakan aku secangkir susu
cokelat hangat yang terlihat lebih menggiurkan dibandingkan buatan aku sendiri,
karena aku tahu Jarwo lelaki yang mandiri.
“Enak banget Jarwo! Makasih yah!”
“Iya, sama-sama Ucy..”
Aku ajak Jarwo ke perkebunan teh, tapi aku gak
ngeliat gadis itu..
“Jarwo, kamu lihat gak gadis yang baru aja
memetik daun teh disana..”
“Yang mana, Cy..?”
“Masa’ gak tau sih...tadi dia cuman
sendirian..”
“Oh..itu namanya Gladys, Cy..orangnya cantik,
baik, pintar, ramah lagi..dia teman sekelas aku Cy..”
“Ajak aku ketemu dia dong..?”
“Boleh deh..tapi kalo kita ngeliat lagi dia
lagi yaa..”
Aku tersenyum lebar. Aku dan Jarwo menunggu di
teras. Kiki dan Laras udah bangun, makin asyik kalo ajakin mereka kenalan sama
teman baru.
“Nungguin siapa, Cy?” tanya Laras
“Nungguin Gladys..”
“Gladys siapa..?” sambung Kiki
“Teman sekelas Jarwo..” ucapku dengan nada
agak pelan.
“Yang itu Cy..?” Kiki dan Laras nunjuk
barengan.
Aku, Jarwo, Kiki, dan Laras mengejarnya sampai
ke perkebunan teh. Bukannya kaget atau takut, malah dia yang nyapa duluan.
“Hai, Ucy, Kiki, Laras, Jarwo...!”
“Kamu kok tau namaku..?”, Aku kaget, gak
nyangka.
“Aku tau dari Jarwo..baru aja tadi pagi dia
cerita ke aku, dia dapat teman baru katanya..”
Senyumannya begitu menawan, membuat aku ingin
menjadi sahabatnya. Temanku juga senang berkenalan dengan Gladys. Setelah aku
lihat wajahnya, aku teringat dengan gadis yang hampir ditabrak Papah..
“Kalo
aku sendiri, pasti yang aku salahin yang mau nabrak..hehe..sudahlah lupakan..”,
kataku dalam hati.
“Kamu sekolah dimana?”, tanya Laras.
“Aku sekolah disana..satu-satunya sekolah SMA”,
menunjuk sekolah di tepi perkebunan teh.
“Biarpun sekolahnya sederhana, tapi
pelajarannya gak ketinggalan dengan sekolah di kota..”, lanjut penjelasan
Gladys.
Sudah aku bilang, gayanya yang anggun, unik..membuatnya
disenangi banyak orang. Wajahnya juga gak bosen untuk dipandang, ini baru
namanya SAHABAT YANG BAIK.
Mentari sudah terbit memancarkan sinar
terangnya, langit menjadi biru bersama awan-awan yang putih. Pesawat yang lewat
di atas melintasi Desa. Sudah jam 8 pagi begini sebaiknya segera mandi.
“Eiitsss..mandinya
nanti dulu dong, aku mau ngajak kalian ke sawah sesudah itu memandikan
kerbau..”, ajak Gladys.
“Ayo!”, serentak kami menjawab dengan gembira.
Bukannya memandikan kerbau malah aku yang
mandi duluan, Laras sih pake siram-siram aku segala.
Ini liburan yang ditemani sahabat, walaupun
tidak dari kota, keluarga yang kaya, bahkan dari pejabat. Setelah memandikan
kerbau, kami kembali ke penginapan untuk mandi. Gladys menunggu aku dan temanku
di ruang tamu.
“Aduh, anak mamah kok penuh lumpur gini?”,
mamah khawatir.
“Aku diajak Gladys mandiin kerbau tadi, mah..”
jawabku.
“Oh, ya sudah, cepat mandi...”
Aku pikir mamah akan marah mamah malah
ketawa-ketiwi.
“Ya ampun...ini kamar mandi ada air hangatnya
yah..heehe, gak tau sih!”, tawaku dalam hati.
Aku segera mengganti baju kesukaanku berwarna
merah muda, dengan corak hati berwarna putih, dan celana jeans berwarna biru
tua. Seperti biasa, Laras memakai atasan baju berwarna hijau dengan rok menjuntai
sampai mata kaki. Bisa kutebak pasti Kiki memakai baju biru berkerah tetapi
tanpa lengan, dan celananya pun jeans yang robek-robek kayak preman gitu,
hehehehe...
“Kalian cantik banget, 3 cewek dengan karakter
yang beda-beda..sekarang kalian mau ajak aku kemana??”, ajak Gladys lagi.
“Makan-makan dong...!”
Dasar Kiki pikirannya makan terus, tapi buat
Gladys gak ngerepotin. Gladys..Gladys........
“Wah...ini liburan sambil kuliner dong..!”
Gladys tertawa geli.
Liburan sebenarnya masih ada 4 hari lagi, tapi
aku harus pulang ke rumah untuk persiapan sekolah. Aku berencana ngajak Gladys
dan Jarwo ke kota. Ngajak main bareng di Mall, kuliner, dan ke tempat wisata..
“Gantian dong aku ajak kalian ke kota?” tanya
aku dengan berharap Gladys dan Jarwo menerima tawaranku.
“Ide yang bagus tuh!”, lanjut Kiki yang belum
selesai makan.
“Emm..boleh..boleh, aku juga gak pernah ke
kota!”, Jarwo menerima.
Tinggal menunggu keputusan Gladys. Ia hanya
tersenyum dan mengangguk, pertanda Gladys mau aku ajak ke kota..YEAY!!
Pagi ini kami kembali ke kota, aku langsung
mandi dengan air hangat.
Gladys dan Jarwo sudah menunggu. Khas
berpakaiannya pasti gak aku lupain biarpun aku melihat dari belakang.
“GLADYS, JARWO!!!”, teriakku.
Gladys dan Jarwo kompak menoleh aku dan udah
membawa tas yang berisi pakaian, katanya. Aku,temanku dan orangtuaku segera
berangkat. Diperjalanan seperti biasa kami bernyanyi bersama. Angin membawaku
ke Jakarta selama bebepa jam. Aku, juga yang sekarang sahabat-sahabatku memakan
snack-snack yang belum sempatku makan dalam perjalanan dari kota ke desa 3 hari
yang lalu.
Akhirnya aku sampai ke kota. Aku melihat Pak
Udin memotong rumput yang panjang. Aku dan sahabatku langsung memasuki rumah,
melihat Bi Ani yang menyiapkan makan malam untuk kami. Aku dan Gladys memasuki
kamarku yang berwarna merah muda, Kamar Jarwo berada di sebelah kamarku. Kiki
dan Laras, mereka memilih pulang untuk istirahat karena besok kami ke kebun
binatang.
Malam menjelang, mamah mengetuk pintu kamar.
“Ucy, Gladys..ayo makan malam dulu..!”, pinta
mamah.
Aku dan Gladys bergegas ke ruang makan, Jarwo
sudah menunggu. Kamipun mulai makan malam.
“Makanannya enak yah Ucy..aku gak pernah makan
makanan seenak ini..”, puji Gladys.
Aku hanya tersenyum. Senang bisa berbagi
dengan mereka. Dengan lahap mereka memakan ayam panggang di hadapannya.
Gladys belum mau tidur. Ia masih ingin melihat
indahnya langit kota Jakarta. Kupinjamkan teropong bintangku untuknya. Aku yang
di sampingnya juga ikut menemani. Dengan tiba-tiba Gladys membuat aku terkejut,
“Lihat deh! Ada satu bintang yang paling terang..seperti persahabatan kita..!”.
Aku tersenyum, Gladys itu cewek yang cepet banget akrab dengan orang yang belum
terlalu ia kenali. Bahkan dia sudah anggap aku jadi sahabat, seperti aku.
Cewek berambut panjang lurus ini kembali
tersenyum kepadaku. Kami saling ngobrol membicarakan bintang-bintang yang
bersinar terang. Kerlap-kerlipnya membuat kami gak mau tidur kali ini. Tetapi,
besok pagi segera berangkat ke kebun binatang. Kiki dan Laras memberi kabar
kalau besok mereka berangkat ke rumahku sekitar jam 8 pagi. Terpaksa aku dan
Gladys tidur. Hujan mulai turun, tidur kami mulai nyenyak.
“Pagi, Jakarta!”, teriak Gladys seraya melihat
pemandangan di jendela kamar.
Halaman depan terlihat agak basah karena hujan
semalam. Gladys turun dari tangga rumahku menuju ruang makan, aku juga ikut
menyusulnya. Tumben banget hari ini aku bangun pagi dan segera mandi, sekarang
sarapan pagi. Tapi kok Jarwo gak kelihatan dari tadi, apa dia belum mandi? Tapi
gak mungkin, dia kan rajin banget. Aku bergegas ke kamar Jarwo dan mengetuk
pintu kamar.
“Jarwo..kamu ngapain? Belum mandi yah?”,
nadaku membuat salah bicara.
“Sudah kok, Ucy..”, terdiam dalam kamar.
“Loh...kenapa gak keluar kamar? Kita udah mau
sarapan nih..terus mau pergi bareng ke kebun binatang..”
“ Justru itu Cy..aku takut banget sama buaya,
ngeliat giginya aja udah serem banget..apalagi di hadapan aku buayanya kayak
mau nelen aku hidup-hidup Cy...takut...”
“Hahaha...aduh Jarwo, aku tau kamu gak pernah
ke kota..tapi tenang aja, semua binatang liar udah punya kandang masing-masing
apalagi buaya..”
“Ah..aku tetep gak mau! Kalo kandangnya dari
kayu gimana?”
“Jarwo..Jarwo..kandangnya dari besi kok, kamu
tenang aja..”
Jarwo tersenyum lega dan segera keluar dari
kamar. Dia menyusulku dari belakang yang hendak ke ruang makan.
“Maaf yah, sarapan paginya Cuma roti dan susu
aja..soalnya udah jadi kebiasaan, ntar habis dari kebun binatang baru kita makan
di restoran favorite keluarga..di jamin puas dan makanannya enak-enak..”, ucap
Mamah sedikit bersalah.
Gladys dan Jarwo gak sungkan ngucapin
terimakasih. Kiki dan Laras sudah menunggu kami
di halaman rumah. “Let’s go!”, semangat Kiki dan Laras.
Di perjalanan kali ini arah tempat ke kebun
binatang ramai dengan banyaknya motor dan mobil, macet lagi..beginilah musim
liburan, kebun binatang selalu ramai dikunjungi. Gladys melihat dikaca mobil
dan ngucapin sesuatu yang membuat aku tersentak kagum.
“Kasian mereka yah...gak punya biaya untuk
sekolah! Sama kayak di desaku..andai aja aku bisa mengajari mereka membaca,
menulis, dan berhitung..iya kan Jarwo?”
Jarwo mengangguk setuju. Papah sepertinya
mendengar omongan Gladys, pikiran Papah pasti sama denganku. Jiwa sosial mereka
berdua tinggi, mereka peduli.
Akhirnya kami sampai di kebun binatang, banyak
sekali orang tua membawa anaknya untuk berlibur. Kupikir gak ada kebun binatang
yang dekat dengan desa Gladys dan Jarwo. Pendidikannya sulit banget didapat.
Pantes aja mereka mau mengubah desa mereka yang minim pendidikan. “Aku harus
melakukan sesuatu..”, pikirku dalam hati.
Setelah ke kebun binatang, kami melanjutkan ke
restoran yang ada di Mall. Mamah mengantri pesanan makanan dan minuman, sahabatku
menunggu di tempat duduk yang dekat dengan kaca. Sambil menunggu pesanan
datang, aku dan Papah jalan-jalan keliling Mall. Kami melewati sebuah toko
furniture yang kualitasnya bagus tetapi dengan harga miring. “Ini rahasia
kita?”, bisik Papah. Aku gak mengerti apa yang Papah katakan. Kamipun mencari
meja kecil untuk taman kanak-kanak. Akhirnya aku mengerti apa yang dimaksud
Papah.
“Pesanan udah ada di meja, Papah cepetan
kesini?”, sms mamah.
Aku dan Papah segera kesana. Tetapi,
sebelumnya aku mampir ke toko aksesoris. Aku berencana ingin membelikan
kenang-kenangan yang sama. Kubelikan gelang yang terlihat bagus. Gelangku dan
sahabatku kuberu nama GAWO..”Gladys Jarwo..hehehe”, gelang mereka kuberi nama
“UKL..Ucy, Kiki, Laras”.
Gak kerasa hari udah makin dekat dengan masuk
sekolah, hmm.. Kami segera mengantar Gladys dan Jarwo pulang ke Desa.
“Oh..ini ada barang yang ketinggalan
Pak..mungkin punya Ucy dan yang lain..”, Jarwo mengingatkan.
“Bukan..itu milik kalian..kalian pengenkan
mengajar anak desa yang tidak sekolah? Jadi saya membeli beberapa meja untuk
calon murid kalian..”
“Terimakasih banyak, Pak..”, lanjut Gladys.
Aku berteriak dari belakang.
“Gladys, Jarwo sini!”
“Ada apa..?”, ucap Gladys.
“Ini, gelang kenangan buat kamu dan
Jarwo..supaya kamu terus ingat sama aku, Kiki, dan Laras. Aku dan mereka juga
memakai gelang yang sama kok..”
“Makasih ya Ucy..aku dan Jarwo pasti gak akan
ngelupain kalian..”
“Gak apa-apa kali Dys..kamu dan Jarwo udah aku
anggap sahabat, sekaligus keluarga! Kita seperti bintang di langit, sama-sama
memancarkan cahayanya. Tatkala satu bintang redup, bintang yang lain akan
menyinarinya, seperti menghibur..”
Kami berempat berpelukan..Kiki menepuk pudak
Jarwo yang baru mendatangi kami. Satu sama lain mengucapkan kalimat perpisahan.
Aku, sahabat..keluargaku pulang dengan rasa
tawa dan gembira. Akhirnya mereka bisa mewujudkan apa yang mereka inginkan.